JAKARTA – Laporan terbaru dari WARC (World Advertising Research Center) menyoroti pergeseran struktural paling signifikan yang akan dihadapi oleh para pemasar global pada tahun 2026: penyusutan cepat kelas menengah (vanishing middle class). Fenomena ini, yang didorong oleh inflasi yang melambung tinggi dan stagnasi upah, menciptakan polarisasi dalam belanja konsumen. Alih-alih satu kelompok besar yang memiliki daya beli moderat, pasar kini terbagi menjadi dua kutub: kelompok affluent (kaya) yang tidak terpengaruh oleh harga, dan kelompok value-conscious (sensitif harga) yang mencari diskon dan nilai maksimal.
Pergeseran ini memaksa pemasar untuk merombak strategi mereka. Pendekatan “satu ukuran untuk semua” yang menargetkan konsumen rata-rata tidak lagi efektif. Kelas Menengah Menghilang Pemasaran menuntut merek untuk membuat pilihan strategis: apakah mereka akan fokus pada segmen premium dengan margin tinggi, atau menguasai pasar mass-market dengan penawaran nilai yang tak tertandingi. WARC memperingatkan bahwa merek yang gagal menyesuaikan pesan, harga, dan saluran distribusi mereka akan berisiko kehilangan relevansi di kedua ujung spektrum pasar.
📈 Polaritas Konsumen: Split Spending dan Dampaknya
Fenomena Kelas Menengah Menghilang Pemasaran tidak berarti bahwa kelas menengah menghilang sepenuhnya, tetapi daya beli mereka melemah dan perilaku belanja mereka menjadi sangat tidak menentu.
1. Kenaikan Split Spending
Perilaku yang paling menonjol adalah split spending (belanja terpisah). Konsumen yang dulunya berada di kelas menengah kini mungkin:
- Mencari Nilai Ekstrem: Mereka mencari diskon besar atau alternatif yang sangat murah untuk kebutuhan sehari-hari (misalnya, beralih ke merek private label di supermarket).
- Tetap Memanjakan Diri: Pada saat yang sama, mereka masih bersedia menghabiskan uang untuk pembelian high-end yang terbatas, seperti pengalaman mewah (liburan) atau barang status (tas desainer), sebagai bentuk “hadiah” atas penghematan yang mereka lakukan di sektor lain.
Hal ini mempersulit pemasar karena merek harus meyakinkan konsumen yang sama bahwa produk mereka bernilai tinggi dan terjangkau, tergantung pada kategorinya.
2. Tekanan Inflasi pada Barang Kebutuhan Pokok
Inflasi yang terus-menerus terhadap kebutuhan dasar seperti makanan, energi, dan sewa properti telah mengikis pendapatan diskresioner kelas menengah. Ini berarti uang yang biasanya dialokasikan untuk barang-barang non-essential (pakaian, hiburan, gadget baru) kini dialihkan untuk menutupi biaya hidup yang lebih tinggi. Merek-merek di kategori non-esensial harus lebih kreatif dan persuasif dalam menunjukkan nilai produk mereka.
🎯 Strategi Pemasaran Baru untuk Era Polarisasi
Bagaimana merek dapat mengatasi tantangan Kelas Menengah Menghilang Pemasaran ini? WARC merekomendasikan penyesuaian strategi di tiga area utama: Positioning, Pricing, dan Personalization.
1. Reposisi Merek yang Jelas
Merek harus memutuskan dengan tegas di mana mereka ingin bermain:
- Strategi Premium: Merek harus berinvestasi dalam storytelling yang menekankan kualitas, warisan, dan eksklusivitas. Pemasaran harus berfokus pada emosi dan status, menargetkan konsumen affluent yang mencari pembeda yang jelas.
- Strategi Value: Merek harus fokus pada efisiensi biaya, ukuran kemasan yang lebih besar (value packs), dan ketersediaan yang luas. Pemasaran harus menekankan “pintar dan hemat”, menargetkan kelompok sensitif harga.
Merek yang mencoba menjadi segalanya bagi semua orang (“stuck in the middle“) akan gagal karena pesan mereka akan terasa hambar bagi kedua kelompok ekstrem ini.
2. Inovasi Harga dan Promosi
Dalam lingkungan di mana konsumen lebih sensitif, promosi harus lebih cerdas.
- Penawaran Dinamis: Menggunakan data dan AI untuk menawarkan diskon yang sangat bertarget dan personal, daripada promosi massal yang mengikis margin.
- Fokus pada Value Perception: Pemasar harus bekerja sama dengan tim produk untuk memastikan harga sesuai dengan persepsi nilai. Ini mungkin berarti meningkatkan kualitas kemasan untuk segmen premium atau menyederhanakan produk secara radikal untuk segmen value (seperti yang dilakukan brand low-cost).
📊 Saluran dan Data: Kunci Menguasai Polarisasi
Untuk menguasai pasar yang terpolarisasi, pemasar memerlukan data yang lebih baik dan alokasi budget yang cerdas.
Penggunaan Data First-Party
Kunci untuk menargetkan segmen affluent dan value-conscious secara efektif adalah data. Dengan hilangnya third-party cookies, merek harus mengandalkan data first-party (data yang dikumpulkan langsung dari konsumen melalui program loyalitas atau aplikasi) untuk memahami perilaku split spending secara akurat. Data ini memungkinkan mereka untuk mempersonalisasi iklan di saluran digital.
Optimalisasi Budget Media
Laporan WARC menyarankan pemasar untuk mengalihkan budget media ke saluran di mana segmen target mereka berkumpul. Misalnya, menargetkan media premium atau event eksklusif untuk segmen affluent, sambil memanfaatkan platform e-commerce dan media sosial berbasis diskon untuk segmen value.
Fenomena Kelas Menengah Menghilang Pemasaran adalah kenyataan ekonomi yang tak terhindarkan untuk tahun 2026. Bagi pemasar, ini adalah panggilan untuk bertindak: merombak toolset mereka, mengasah fokus target mereka, dan meninggalkan zona nyaman penargetan pasar massal. Hanya dengan menjadi tegas dalam penentuan posisi dan cerdas dalam pelaksanaan pricing mereka, merek dapat bertahan dan berkembang dalam lanskap konsumen yang baru ini.
Baca juga:
- Efektivitas Pemasaran Wendy’s sebagai Kunci Turnaround
- Ancaman Kompetitor Amazon DSP di Arena Ad-Tech Global
- Etsy Kado Personalisasi Iklan Fokus Hadiah Unik
Informasi ini dipersembahkan oleh indocair

